Jakarta -
Kedatangan Paus Fransiskus di Jakarta menjadi momentum pertobatan ekologis. Fokus pada isu lingkungan dan kesadaran akan perubahan iklim di Indonesia.
Paus Fransiskus yang merupakan pemimpin Umat Katolik Dunia dan Kepala Negara Vatikan dikenal sebagai salah satu tokoh yang peduli dengan isu lingkungan. Beberapa waktu lalu, dia menyebut bahwa Bumi sedang demam dan sakit hingga dampaknya tak main-main.
Paus bahkan telah mendesak para pemimpin dunia untuk mematuhi Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim, yang bertujuan membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Mei 2015, Paus merilis ensiklik Laudato Si mengajak semua untuk merawat bumi.
Pemerhati lingkungan yang juga dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa menyebut kehadiran Paus di Jakarta bermakna besar bagi lingkungan. Sudah semestinya kedatangannya dijadikan momentum untuk melakukan pertobatan ekologis, manusia mengevaluasi perilaku terhadap bumi saat ini.
"Agenda utama Paus ke Jakarta memang untuk kunjungan keagamaan dan urusan toleransi. Tetapi, jangan lupa Paus Fransiskus selalu mengingatkan soal lingkungan, soal bumi," kata Mahawan dalam perbincangan dengan detikTravel, Kamis (5/9/2024).
Setelah Stockholm Conference pada 1972, yang mendeklarasikan pentingnya melestarikan bumi dalam pembangunan global, ternyata 50 tahun kemudian, pada 2022 PBB menyatakan bumi menghadapi triple planetary crisis; perubahan iklim, pencemaran, serta degradasi alam dan biodiversity. Bumi sedang tidak baik-baik saja," dia menambahkan.
"Kemudian, pada 2023 ilmuwan menemukan alat ukur kesehatan planet kita dengan sembilan indikator dan enam di antaranya menunjukkan tidak baik," kata Mahawan.
Pemerhati lingkungan, dosen Sekolah Ilmu Lingkungan UI Mahawan Karuniasa (dok. pribadi)
Mahawan mengatakan khusus untuk Indonesia, kehadiran Paus Fransiskus bahkan memiliki makna lebih mendalam. Sebab, Indonesia tengah berada pada masa transisi kepemimpinan, baik di tingkat pusat atau pun daerah.
"Nah, ini menjadi momentum yang pas buat melakukan introspeksi hubungan antara Indonesia dan bumi. Menjadi momentum. Karena, hari ini kita sedang peralihan kepemimpinan. Pada Oktober nanti Presiden terpilih dilantik, kemudian ada Pilkada. Kita sedang menyiapkan RPJPN atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, rencana pembangunan sampai 20 tahun ke depan dan rencana jangka pendek 2025-2029 di masa presiden terpilih," kata Mahawan.
"Itu menjadi momen tepat sekali untuk pembangunan bangsa kita jangka panjang dan pendek, jangan sampai melupakan urusan lingkungan
Ini menjadi momen pertobatan bangsa Indonesia dengan bumi," dia menambahkan.
Penilaian itu diberikan dengan merujuk perbandingan Produk Domestik Bruto Nasional dengan Indeks Kualitas Lingkungan. "Faktanya, semakin maju provinsi dari sisi ekonomi, kualitas lingkungan hidup semakin rendah. Sudah dipastikan pembangunan keliru, memajukan ekonomi, tetapi memperburuk lingkungan hidup," Mahawan menegaskan.
Bukan Hanya Tugas Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
Mahawan mengatakan pertobatan ekologis, yang bisa dilakukan dengan perubahan sikap, tindakan, dan gaya hidup yang bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan, itu bukan hanya tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup, tetapi seluruh pihak.
"Rakyat Indonesia sadar bumi sedang tidak baik-baik saja. Pejabat harus memberikan contoh. Saya memimpikan produk ramah lingkungan bisa sefamiliar kampanye produk dalam negeri. Semua kementerian menggunakan produk ramah lingkungan, juga memastikan aspek lingkungan ke dalam agenda politik," kata Mahawan.
"Politisi harus memberikan contoh, tidak hanya KLHK, saja yang menanam pohon, tetapi kementerian lain juga bikin ruang hijau yang cukup, menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, memperhatikan dan menyadari perubahan lingkungan," dia menambahkan.
(fem/fem)