Jakarta -
Rencana pemasangan Chattra di stupa Candi Borobudur masih menuai polemik. Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan akan menyerahkan rekomendasi kajian yang mereka lakukan.
Diketahui, rencana pemasangan Chattra sudah lama didengungkan pemerintah, dalam hal ini Ditjen Bimas Budaya Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Bahkan telah beberapa kali dilakukan Forum Group Discussion (FGD) dengan melibatkan stakeholder terkait. Terakhir BRIN melakukan kajian teknis sejak 1 September sampai 9 September 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kajian teknis yang dilakukan BRIN tersebut menghasilkan tiga rekomendasi. Rekomendasi dari kajian teknis tersebut akan disampaikan BRIN kepada Kemenag RI.
"Hasil uji teknis itu akan kami rekomendasikan ke Kemenag. Memang ada 3 alternatif dari itu (hasil uji teknis) tentang Chattra Borobudur. Kita sudah simulasi segala macam ya, stupa induknya (kuat), zaman dulu Chattra Van Erp pun kuat dan kita uji coba sampai 5 ton deformasi sangat kecil sekali," kata Direktur Kebijakan Pembangunan Manusia, Kependudukan dan Kebudayaan BRIN, Prof Anugerah Widiyanto saat dihubungi wartawan, Selasa (10/9/2024).
"Stupa induk intinya kuat bisa dipasangin Chattra-nya, tapi juga kita lihat bangunan tahan gempa dan lain sebagainya. Jika nanti kalau dipasang jangan sampai membahayakan keselamatan. Kan kita ada isu megathrust. Itu kasih rekomendasi bukan hanya keselamatan dari bangunannya, keselamatan terhadap pengunjung dan lain sebagainya. Kita ada beberapa rekomendasi, ada tiga rekomendasi juga," lanjut Anugerah.
Tahapan yang dilakukan BRIN, kata Anugerah, baru uji teknis dan DED.
"Rencananya kami ngebut untuk bikin laporannya. Kalau rekomendasinya, saya belum berani menyampaikan, kami harus menyampaikan ke Kemenag dulu," tegasnya.
Rencana pemerintah ini menuai reaksi penolakan dari masyarakat maupun komunitas. Bahkan, muncul tagar 'Pray for Borobudur' baik di Instagram maupun X.
Arkeolog masih berkukuh bahwa pemasangan Chattra itu tidak memiliki landasan arkeologis.
Arkeolog Museum dan Cagar Budaya (MCB) Unit Warisan Dunia Borobudur, Hari Setiawan mengatakan, tagar Pray for Borobudur dengan gambar candi dilingkari kain hitam di bagian stupa itu dari masyarakat. Hal tersebut merupakan interpretasi terkait pemasangan Chattra di Candi Borobudur.
"Intinya tagar tersebut maknanya yang mengetahui masyarakat dan komunitas. Kita di pemerintahan khususnya MCB Unit Warisan Dunia Borobudur tetap sesuai tusinya (tugas pokok dan fungsinya), yaitu pelestarian Candi Borobudur dengan aspek perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan," kata Hari.
Menurutnya, struktur Chattra bukan asli dari stupa Candi Borobudur. Sebelum berubah menjadi MCB, saat masih sebagai Badan Konservasi Borobudur (BKB) telah melakukan riset dan menyatakan tidak ada Chattra di Candi Borobudur.
"Itu adalah Chattra yang direkayasa oleh Van Erp dan Van Erp pun mengetahui kesalahannya dengan menurunkan kembali Chattra itu. Setelah purnapugar (Candi Borobudur) yang pertama 1907 sampai 1911, Van Erp hanya memasang Chattra itu beberapa minggu saja, kemudian menurunkan lagi. Dan meresmikan purnapugar Candi Borobudur yang pertama itu adalah struktur stupa induk yang tidak ber-Chattra seperti yang kita lihat saat ini," sambung Hari.
Kemudian setelah dilakukan pemugaran Candi Borobudur yang kedua, kata Hari, di Borobudur tidak mempunyai Chattra.
"Aslinya memang tidak ber-Chattra. Kita mengemukakan bukti arkeologis. Kalau ada yang bilang itu secara arkeologis ber-Chattra, tidak. Kalau itu ber-Chattra, itu bukan pembahasan-pembahasan arkeologis. Kalau arkeologis berdasarkan benda yang ada, benda aslinya dan kita bisa kaji serta interpretasikan," kata Hari.
"Kalau tidak ada benda aslinya, mau kajian apa. Van Erp selaku ahli yang melakukan pemugaran yang pertama itu menyadari kesalahan menurunkan kembali bentuk Chattra," kata dia.
______________________
Baca artikel selengkapnya di detikJateng
(wkn/wkn)