Jakarta -
Berkunjung ke Lombok tanpa mengunjungi desa adatnya, menurut saya akan terasa sia-sia. Mari berkunjung ke desa adat yang konon tahan akan gempa.
Saya senang sekali ketika persinggahan pertama rombongan treaty forum Indonesia Re yang mengundang saya ke Lombok, adalah Desa Sade.
Desa adat ini konon telah berdiri sejak abad ke 16 atau sekitar 1.500 tahun yang lalu. Desa Sade dikenal sebagai dusun yang masih kental mempertahankan adat Suku Sasak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berlokasi di daerah Rembitan, Kecamatan Puju, Lombok Tengah, Desa Sade dapat ditempuh dalam waktu sekitar lima belas menit dari Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid atau sekitar 15 menit dari kawasan circuit Mandalika.
Desa adat yang telah ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 1989 ini menjadi terkenal karena beberapa keunikannya. Keunikan yang pertama adalah arsitektur bangunannya yang masih sangat tradisional.
Dengan atap terbuat dari ijuk, kuda-kuda atap terbuat dari bambu tanpa paku, tembok dari anyaman bambu, dan lantainya terbuat dari tanah liat bercampur sekam padi.
Masyarakat Sasak Sade menyebut bangunan ini sebagai bale. Keunikan kedua, kebiasaan penduduk Desa Sade membersihkan bale dengan kotoran kerbau atau sapi dengan tujuan untuk membersihkan debu, menguatkan lantai, sekaligus mencegah datangnya serangga. Hmmm... apa nggak bau ya?
Saya sempat memasuki salah satu rumah tertua di sana dan ternyata sama sekali tak ada residu bau kotoran sapi yang terdeteksi oleh indera penciuman saya.
Ketika memasuki bale, saya juga melepas alas kaki sehingga bisa merasakan lantai bale yang terasa hangat dan kesat.
Mata pencaharian penduduk desa dengan luas sekitar 5,5 hektar ini adalah petani yang hanya mengandalkan sawah tadah hujan tanpa irigasi.
Selain bertani, pekerjaan lainnya adalah menenun. Maka, setiap perempuan di Desa Sade wajib memiliki keahlian menenun sebagai salah satu syarat kesiapannya untuk menikah.
Di desa wisata ini terdapat sekitar 150 bale yang masing-masing dihuni oleh satu kepala keluarga. Semua penduduk Desa Sade bisa dikatakan masih satu keturunan, karena mereka melakukan perkawinan antar saudara.
Keistimewaan lainnya, meskipun memiliki desain yang sederhana, rumah adat Desa Sade merupakan bangunan tahan gempa.
Pada saat terjadi gempa di Lombok pada tanggal 29 Juli 2018 lalu, meskipun dihantam gempa bumi berkekuatan 6,4 skala magnitudo yang disusul dengan gempa besar berkekuatan 7,0 skala magnitudo, tak ada bale yang rusak.
Rupanya, bangunan-bangunan itu bisa bergoyang ketika dilanda gempa, sehingga tidak sampai roboh. Masih ada satu lagi keunikan Desa Sade, yaitu adanya pohon cinta di tengah desa yang sering menjadi lokasi pertemuan sepasang kekasih sebelum si perempuan dibawa lari.
Kemudian kerabat pihak laki-laki akan mengirim utusan untuk memberitahukan penculikan itu kepada keluarga pihak perempuan. Setelah itu proses pernikahan bisa dilangsungkan.
Bagi Suku Sasak, menculik lebih terhormat daripada melamar. Seorang laki-laki yang datang melamar bahkan bisa menjadi bahan gunjingan karena dianggap melanggar aturan adat.
Unik sekali, bukan?