Kemenperin Ramal Bakal Terjadi Gelombang PHK di Industri Tembakau

3 months ago 26
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Rencana pemerintah menerapkan aturan standarisasi kemasan atau kemasan polos tanpa rokok menuai polemik. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan aturan tersebut berpotensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) baik di industri tembakau maupun industri pendukungnya.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan mengatakan apabila kebijakan tersebut diterapkan akan terjadi penurunan produksi yang cukup signifikan. Padahal warung-warung kelontong hampir sebagian penjualan hariannya berasal dari rokok.

Selain itu, larangan berjualan produk tembakau radius 200 meter dapat menyebabkan outlet penjualan menjadi berkurang. Imbasnya, keuntungan penjualan harian menjadi berkurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Artinya kalau dari sisi market ada tekanan itu akan berdampak kepada sisi produksi. Sisi produksi ada tekanan, akan berdampak kepada tenaga kerja. Tenaga kerja, ada dampak di tenaga kerja ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Jadi, ya ini secara keseluruhan akan berdampak kepada perekonomian nasional kita," kata Merri saat ditemui di Perle Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (19/9/2024).

Dia menjelaskan apabila ada kebijakan yang dapat menekan sisi produksi, tentunya industri akan membuat kebijakan khusus untuk melakukan efisiensi di mana-mana, termasuk di tenaga kerja.

Padahal industri tembakau dapat bertahan di era pandemi covid-19. Dia bilang pada masa pandemi, industri tembakau tidak melakukan PHK. Dia pun mempertanyakan mengapa usai pandemi, pemerintah justru menerbitkan kebijakan yang dapat menekan industri tembakau.

"Kalau tadi itu (potensi PHK) pasti ada. Kalau memang pasar kita berkurang, penjualan berkurang pasti dari sisi produksi kan dikurangi. Pengurangan produksi ini akan membuat satu kebijakan khusus di industri masing-masing untuk melakukan efisiensi di mana-mana. Efisiensi itu ya pada akhirnya juga akan melakukan efisiensi di tenaga kerja," jelasnya.

Lebih lanjut, PHK itu tidak hanya terjadi di industri tembakau saja, melainkan industri pendukungnya, seperti industri kertas dan industri filter. Padahal banyak masyarakat Indonesia yang bergantung pada sektor industri tersebut. Meski begitu, dia menyebut pihaknya belum memperkirakan atau menghitung berapa besar PHK yang terjadi di industri tembakau. Namun, dari pelaku industri hasil tembakau memang telah menyatakan akan berdampak negatif.

"Dan banyak masyarakat Indonesia yang bergantung kehidupannya kepada sektor industri hasil tembakau ini. Baik itu dari petani tembakau, petani cengkeh, pekerja langsung di industri hasil tembakaunya dan pekerja di industri-industri pendukungnya, seperti di industri kertas, industri filter. Itu banyak. Jadi, harus mempertimbangkan," terangnya.

Sebelumnya, Kemenkes menerbitkan PP 28/2024 yang menuai penolakan dari berbagai stakeholders, termasuk ekosistem pertembakauan. Saat ini, Kemenkes tengah merampungkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan pelaksana dari peraturan tersebut yang juga menuai penolakan dari berbagai kalangan.

(rrd/rrd)

Read Entire Article