Kak Iman, 'Ayah' Anak-anak Terlantar

2 days ago 4
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Iman Surahman Hadi adalah pendongeng senior. Belasan tahun lamanya Iman keliling pelosok Indonesia demi melipur lara anak-anak lewat cerita. Tapi anak-anak yang duduk mendengarkannya bukan anak-anak biasa. Di antara mereka, ada yang kehilangan orang tua karena bencana alam, ada yang sejak awal hidupnya bahkan tak pernah mengenal kasih sayang keluarga.

Pengalaman-pengalaman tersebut membawa kegelisahan bagi Iman. Ia tak bisa tinggal diam melihat anak-anak tumbuh tanpa orang tua. Iman pun membulatkan tekad, ia ingin menjadi 'ayah' bagi anak-anak yang membutuhkan.

"Buat saya, anak-anak yatim, yang dia perlukan bukan asrama. Bukan panti, bukan rumah singgah. Dia itu yang Allah ambil adalah kasih sayang keluarga, rumah dan lingkungan yang membuat dia merasa dalam dekapan. Maka saya berusaha untuk mengisi apa yang Allah ambil tersebut," jelas Iman di program Sosok detikcom.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun 2008, Iman berada di Bengkulu setelah gempa mengguncang wilayah itu. Ia datang untuk mendongeng. Tapi bukan cuma cerita yang ia bawa, ia juga mengamati dan menilai, anak-anak mana yang terlihat kehilangan lebih besar dari yang lain, anak-anak mana yang butuh lebih dari sekadar hiburan satu sore.

Beberapa dari mereka akhirnya diajak Iman pulang ke rumahnya di Jatiasih, Bekasi. Tinggal bersama keluarganya dan dibesarkan seperti anak sendiri.

Sejak saat itu, tercetuslah nama Rumah Ceria, tempat di mana anak-anak tumbuh bukan sebagai 'anak panti', tapi sebagai anak-anak yang dicintai. Enam tahun kemudian, Iman pun berniat membangun tempat tinggal yang lebih ramah anak di bilangan Setu, Bekasi. Kini, rumahnya itu telah diisi canda tawa lebih dari 65 anak dari berbagai daerah di Indonesia.

Iman dan istrinya menerapkan pengasuhan berbasis keluarga kepada anak-anak asuh di Rumah Ceria. Bagi Iman, menjadi figur orang tua yang aktif untuk mereka adalah pilar utama pengasuhannya.

Iman juga menekankan pentingnya anak-anak memiliki cita-cita dan rasa berdaya. Oleh karena itu, Iman kerap menggunakan dongeng untuk menumbuhkan imajinasi anak-anak asuhnya.

"Bercerita itu adalah landasan imajinasi. Imajinasi ini sumber cita-cita. Jadi gimana dia mau bercita-cita kalau dia nggak punya imajinasi? Gitu kan? Maka kita sodori dia dengan bercerita. Ini yang saya pegang. Karena buat saya anak itu adalah gambaran masa depan," ucap Iman.

Lebih lanjut, anak-anak Iman didorong untuk mengenal diri mereka, menggali minat, lalu dilatih untuk mandiri. Kandang ternak dan peliharaan, kolam ikan, dapur mie sehat, hingga pabrik tempe pun dibangunnya di Rumah Ceria sebagai sarana hobi dan belajar wirausaha anak-anaknya itu.

Pendidikan juga menjadi prioritas. Anak-anak menjalani homeschooling, dengan guru-guru yang didatangkan khusus ke Rumah Ceria. Meski tidak bersekolah formal, Iman memastikan mereka tetap mendapatkan ijazah dari setiap jenjang pendidikan yang mereka tempuh.

Pola pengasuhan Iman dan istri boleh dibilang sukses. Khiswa, salah satu anak asuh Iman adalah buktinya. Gadis asal Tangerang itu mengaku senang bertemu dengan 'Abah'-nya itu. Sebab, sejak tinggal di Rumah Ceria, ia jadi punya cita-cita baru.

"Abah kalau ngasih tahu itu, di umuran segini kita tuh nggak boleh malas. Karena aku suka bikin mie, jadinya aku pikir kayak wah boleh nih usaha kecil-kecilan dulu. Aku pengen punya, kayak misalnya, kantin sehat, restoran sehat, gitu. Aku nggak bakal kepikiran sih sampai sana pas (masih) di rumah, nggak bakal kepikiran. Kepikiran cuman hanya di sini," tutur Khiswa.

Tentu saja, perjalanan Iman tidak selalu mulus. Di awal keberadaan Rumah Ceria, sebagian warga sekitar mencibir. Mereka menilai Iman 'sombong' karena menolak undangan acara santunan yatim. Tapi penolakan itu bukan karena angkuh. Iman ingin anak-anaknya tumbuh bukan sebagai objek belas kasihan.

Ia juga pernah kewalahan saat mengasuh seorang anak dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil. Tapi lagi-lagi, Iman tidak menyerah.

"Saya merasa tidak ada tantangan. Karena buat seorang pejuang, tantangan itu adalah sesuatu yang dinantikan. Buat saya tidak ada masalah, karena masalah buat saya adalah sebuah pembelajaran. Sehingga saya akan bisa dapat ilmu-ilmu dari setiap masalah yang Tuhan berikan ke saya," kata Iman.

Tujuh belas tahun mengasuh anak-anak dari berbagai penjuru nusantara, Iman sedang mempersiapkan generasi penerusnya.Tak hanya jadi penerus di Rumah Ceria yang dibangunnya, ia juga berharap mereka bisa membangun sendiri Rumah Ceria versi mereka di tempat-tempat lain.

(nel/ppy)

Loading...

...
Read Entire Article