Kejaksaan Agung (Kejagung) lagi-lagi menetapkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar sebagai tersangka kasus suap pengurusan perkara. Ini merupakan ketiga kalinya Zarof ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam rangkuman detikcom, Kamis (10/7/2025), pertama kali ditetapkan sebagai tersangka berkaitan dengan vonis bebas yang dijatuhi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kepada Gregorius Ronald Tannur. Saat itu, Ronald divonis bebas dalam kasus kematian Dini Sera Afrianto.
Kasus Ronald Tannur
Pertama kali Zarof diciduk di Jimbaran, Bali. Zarof turut menerima suap untuk memuluskan vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sini, aksi Zarof sebagai 'markus' atau makelar kasus terungkap. Keterlibatan Zarof dalam bebasnya Ronald Tannur bermula ketika pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, menghubunginya dan memintanya membantu pengurusan perkara kasasi Ronald Tannur.
Saat itu, Lisa menyiapkan dana yang akan diserahkan kepada majelis hakim melalui Zarof sebesar Rp 5 miliar.
"LR meminta agar ZR mengupayakan Hakim Agung pada Mahkamah Agung tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam keputusan kasasinya," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, 25 Oktober 2024.
Sedangkan Zarof akan diberi Rp 1 miliar sebagai biaya jasa pengurusan perkara. Namun uang Rp 5 miliar tersebut belum diserahkan kepada hakim agung dan masih disimpan Zarof di rumahnya di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, Zarof dijatuhi hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Hakim menyatakan Zarof bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Ronald Tannur dalam kematian Dini Sera.
Hakim menyatakan Zarof bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor.
Jaksa saat ini sedang mengupayakan banding atas vonis tersebut. Jaksa mengajukan banding karena jaksa tidak sepaham dengan hakim mengenai pengembalian Rp 8 miliar ke Zarof.
Diketahui, dalam putusannya, hakim menetapkan harta sah Zarof sebesar Rp 8 miliar dan harus dikembalikan kepada Zarof. Namun jaksa tak sepakat lantaran harus dikurangkan dari uang rampasan negara Rp 915 miliar dari Zarof.
Simak juga Video: Hakim Ketua Terisak Ketika Sebut Zarof Serakah-Cederai Nama MA
Saksikan Live DetikSore :
Kasus TPPU
Beberapa bulan lalu, tepatnya 28 April 2025, Zarof Ricar ditetapkan tersangka oleh Kejagung untuk kedua kalinya. Zarof ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Penyidik juga telah menetapkan ZR sebagai tersangka dalam TPPU dalam dugaan tindak pidana pencucian uang," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (28/4).
Penetapan tersangka ini dilakukan sejak 10 April 2025 berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 06 tahun 2025. Penetapan itu, kata Harli, dilakukan setelah penyidik melakukan pengembangan atas kasus yang tengah diusut.
Simak juga Video: Hakim Ketua Terisak Ketika Sebut Zarof Serakah-Cederai Nama MA
Saksikan Live DetikSore :
Kasus Urus Perkara Banding
Untuk ketiga kalinya, Kejagung kembali menetapkan Zarof sebagai tersangka. Zarof kembali ditetapkan sebagai tersangka suap pengurusan perkara.
Di kasus ini, pengurusan perkara itu diduga dilakukan di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada tahun 2003-2005. Zarof ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya.
Dua tersangka lainnya adalah pengacara Lisa Rachmat dan Isodorus Iswardojo. Keduanya diduga melakukan suap dan permufakatan jahat pada kasus di waktu tersebut.
Penyidik menduga Zarof bersama dua tersangka lainnya bersepakat melakukan suap di tingkat banding dalam pengurusan perkara di Pengadilan Tinggi Jakarta. Atas bukti-bukti yang ditemukan terkait suap tersebut, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka.
"Bahwa dalam penanganan perkara di tingkat banding, LR, IR dan ZR bersepakat bermufakat dan jahat melakukan suap dalam pengurusan perkara perdata di tingkat banding. Dan juga dalam putusan perkara di tingkat kasasi ketiga orang ini juga melakukan permufakatan jahat memberikan suap dalam penanganan perkara," ujar Harli, Kamis (10/7).
Lebih lanjut, Harli menyebut jumlah suap mencapai Rp 6 miliar di tingkat Pengadilan Tinggi, sementara, di tingkat kasasi Rp 5 miliar. Namun dia belum menjelaskan rinci mengenai perkara baru itu.
"Kalau perkara yang di pengadilan tinggi itu sekitar 6 miliar. Jadi 5 miliar menurut ZR akan diserahkan ke majelis dan 1 miliar sebagai fee. Sedangkan di tingkat kasasi 5 miliar," ucapnya.
Dia m...