Anomali Sritex yang Terendus Jaksa dari Kredit Macet Rp 3,5 T

2 weeks ago 19
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

PT Sri Rejeki Isman Tbk bukan perusahaan kemarin sore. Dikenal dengan nama Sritex, lini bisnis yang dibangun H.M. Lukminto sejak tahun 1966 di Pasar Klewer, Solo itu pernah berjaya sebagai raksasa tekstil seantero Asia Tenggara.

Namun roda berputar. Pada Oktober 2024, Sritex dinyatakan pailit. Ribuan karyawan yang menggantungkan nasib terkatung-katung.

Puncaknya ada dugaan pelanggaran hukum yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Mei 2025 yaitu dengan dijeratnya mantan Direktur Utama (Dirut) Sritex Iwan Setiawan Lukminto. Salah satu putra dari pendiri Sritex itu diduga berkongkalikong terkait pemberian kredit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memang apa yang dilakukan Iwan?

Pada Rabu, 21 Mei 2025, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyebut ada anomali yang ditemukan pada laporan keuangan Sritex yaitu pencatatan keuntungan pada tahun 2020 sebesar USD 85,32 juta atau setara Rp 1,24 triliun dan tahun berikutnya rugi USD 1,08 miliar atau setara Rp 15,65 triliun.

"Keganjilan dalam 1 tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," kata Qohar.

Qohar tak memungkiri kondisi itu terjadi saat pandemi Covid melanda. Untuk itu Qohar masih mendalami kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

"Itulah anomali yang saat ini kita dalami. Ya, tadi saya sampaikan, satu tahun untung yang sangat drastis. Tahun berikutnya, rugi yang sangat drastis," imbuh Qohar.

Tahun berganti hingga pada 2024 Sritex diketahui terjerat kredit macet yang angkanya tak main-main: Rp 3,5 triliun. Jaksa yang mengusut perkara ini menduga ada kongkalikong antara PT Sritex dengan sejumlah bank milik pemerintah dan swasta.

Saat ini yang diungkap Kejagung baru ada dua bank yang terlibat yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Banten (BJB) dan PT Bank DKI Jakarta. Mereka yang terlibat dalam kongkalikong ini adalah ⁠Direktur Utama Bank DKI Tahun 2020 Zainuddin Mappa (ZM) dan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata (DS).

Menurut Qohar, Zainuddin dan Dicky Syahbandinata memberikan kredit secara melawan hukum. Akibatnya negara menjadi rugi.

"Terhadap adanya pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman TBK yang dilakukan secara melawan hukum dan mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara," katanya.

Mengapa negara ikut rugi? Hal itu dikarenakan PT Sritex merupakan perseroan terbatas dengan komposisi kepemilikan saham yaitu PT Huddleston Indonesia sebesar 59,03%, dan masyarakat, karena sudah TBK sebesar 40,97%.

Dalam laporan keuangan perusahaan, Sritex melaporkan adanya kerugian dengan nilai mencapai USD 1,08 miliar atau setara dengan Rp 15,65 triliun pada tahun 2021. Padahal, setahun sebelumnya, Sritex masih memiliki keuntungan sebesar Rp 85,32 juta USD atau setara dengan Rp 1,24 triliun.

"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," kata Qohar.

Karena kerugian ini, Sritex menjadi memiliki kredit senilai Rp 3,5 triliun. Lebih parahnya lagi, Iwan selaku Direktur Utama Sritex saat itu tidak menggunakan uang pinjaman itu untuk modal kerja perusahaan tetapi malah menggunakan uang pinjaman itu untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif, seperti membeli tanah di Yogyakarta dan Solo.

Lebih lanjut, selain kredit Sritex juga mendapat pemberian kredit dari 20 bank swasta, dari pemberian ini lah mulai terjadi kongkalikong antara Iwan dengan Zainuddin dan Dicky.

"Dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rezeki Isman TBK, ZM selaku Direktur Utama Bank DKI dan DS selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komisaris Komersial PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan," terang Qohar.

Sritex Harusnya Tak Bisa Kredit

Menurut Qohar, Sritex sejatinya tidak bisa menerima kredit karena Sritex tidak memenuhi syarat kredit. Sritex itu memperoleh predikat BB min atau risiko gagal bayar pinjaman.

"Yaitu salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga peringkat kit dan modis disampaikan disampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman TBK hanya memperoleh predikat BB min atau memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi," sambungnya.

Idealnya, pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A.

Alhasil, kredit Sritex menjadi macet, tidak bisa terbayarkan. Aset perusahaan juga tidak bisa dieksekusi karena tidak dijadikan jaminan.

...
Read Entire Article