Hartanya Triliunan, tapi Sepatunya Cuma Satu

2 days ago 2
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Gaya hidupnya jauh dari kata glamor. Dia bisa membeli ribuan pasang sepatu mahal, tapi dalam kesehariannya, Ciputra hanya setia pada satu sepatu. Bukan karena tak sanggup beli baru, tapi karena prinsip hidupnya sederhana. Sepatu andalannya? Satu pasang New Balance warna hitam yang setia menemaninya ke mana-mana.

Ciputra bukanlah nama yang asing lagi. Pria kelahiran, Parigi Sulawesi Tengah 24 Agustus 1931 itu dikenal sebagai pengusaha properti kelas kakap dengan harta triliunan rupiah. Sejumlah perusahaannya yang bergerak di bidang properti antara lain: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namanya masuk sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Dikutip dari Forbes, Sabtu (31/5/2025), keluarga Ciputra tercatat memiliki kekayaan bersih US$ 1,7 miliar atau setara dengan Rp 28 triliun (kurs Rp 16.500). Ia berada di urutan 32 daftar orang terkaya di Indonesia pada tahun 2024.

Forbes mencatat, Ciputra mendirikan perusahaannya Ciputra Group pada tiga dekade yang lalu. Perusahaannya melakukan pengembangan di 33 kota di Indonesia. Siapa sangka, modal awal Ciputra mendirikan perusahaan hanya sebesar Rp 10 juta.

Dikutip dari Buku Properti Moderat, Modal Dengkul dan Urat karya Benny Lo, Ciputra merintis bisnis sejak masih kuliah di jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung. Pada 1957. Ketika itu dia bersama 2 teman kuliahnya yakni: Budi Brasali dan Ismail Sofyan mendirikan biro arsitektur dengan bendera PT. Daya Cipta.

Biro arsitektur milik Ciputra dan dua rekannya banyak mendapat proyek. Tahun 1960, Ciputra lulus ITB dan pindah ke Jakarta.

"Kita harus ke Jakarta karena di sana banyak pekerjaan," kata Ciputra seperti dikutip dari buku Properti Moderat, Modal Dengkul dan Urat karya Benny Lo.

Benar saja, di Jakarta kiprah bisnis Ciputra kian moncer. Hingga akhirnya pada tahun 1961 dia mendirikan Grup Jaya dengan modal Rp 10 juta. Perusahaannya pun kian berkibar. Melalui PT Ciputra Development, pengusaha dengan nama lain Tjie Tjin Hoan itu sukses membawa perusahaan lokal ke panggung bisnis global dengan nilai aset lebih dari Rp 30 triliun.

Namun, perjalanan bisnis Ciputra tak selamanya mulus. Pada 23 Juli 1996 setelah 30 tahun memegang kemudi perusahaan, Ciputra mundur dari PT Pembangunan Jaya, perusahaan yang dia dirikan pada 1961. Baru setahun pensiun, badai datang menghantam Pembangunan Jaya dan perusahaan-perusahaan lain milik Ciputra yang bernaung di bawah grup Metropolitan Development maupun grup Ciputra.

Padahal sebelumnya Grup Jaya banyak mengerjakan proyek-proyek besar. Sebagian proyek itu dikerjakan dengan modal pinjaman dalam bentuk mata uang dolar ke bank asing. Waktu itu Ciputra optimistis bisa mengembalikan semua pinjaman.

Perhitungan dan keyakinan Ciputra meleset. Memasuki tahun 1998 kekuatan rupiah cepat sekali lunglai di depan dolar Amerika Serikat. Dari semula nilai satu dolar hanya berkisar Rp 2.000, kemudian naik menjadi Rp 2.500, dan dalam waktu kurang dari setahun, nilai tukar dolar sudah melompat lebih dari lima kali lipat. Utang Grup Jaya pun menggelembung sangat besar hingga mencapai hampir US$ 100 juta.

"Kami sama sekali tak menduga," kata Ciputra dikutip dalam biografinya, The Passion of My Life, yang dia luncurkan akhir November 2017 silam.

Saat krisis ekonomi tahun 1998, Edmund Sutisna, kala itu Direktur Pembangunan Jaya, menuturkan, Ciputra berbagi tugas dengan manajemen Pembangunan Jaya dan Metropolitan. Penyelesaian masalah di Pembangunan Jaya diserahkan kepada direksi, demikian pula di Metropolitan.

"Pak Ci konsentrasi menyelesaikan masalah di Grup Ciputra. Dia memberi kepercayaan kepada kami di Grup Jaya untuk menyelesaikan sendiri. Tapi kalau ada masalah kami konsultasikan dengan beliau," kata Edmund kepada detikcom, silam.

Perlahan-lahan tiga kelompok usaha Ciputra: Pembangunan Jaya, Metropolitan, dan Grup Ciputra keluar dari krisis. Untuk menutup utang, Ciputra melepas saham di sejumlah perusahaan, di antaranya di Bumi Serpong Damai (BSD). Beberapa unit usaha seperti Bank Ciputra terpaksa ditutup untuk selamanya.

Ciputra pun berhasil bangkit dan lolos dari kebangkrutan. Saat ini generasi ketiga keluarga Ciputra sudah siap bergabung dalam manajemen Ciputra Grup. Cipta Ciputra Harun yang merupakan generasi ketiga keluarga Ciputra mengatakan, meski berlimpah harta kakeknya adalah sosok yang sederhana.

Menurut Cipta kakeknya hanya menggunakan sepasang sepatu untuk berpergian ke mana-mana. "Dia nggak pernah mikirin sepatunya apa, bajunya apa. Sepatu dia cuma satu, New Balance warna hitam, entah tahun berapa belinya. Nggak ganti-ganti," kata Cipta kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Tonton juga "Kisah Pengusaha Garmen Manfaatkan E-commerce Buat UMKM Naik Kelas" di sini:

(fdl/fdl)

Read Entire Article