Komnas Disabilitas Minta ODGJ Bisa Jadi Saksi Sidang: Tak Cuma Alat Petunjuk

2 weeks ago 11
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Komisi Nasional Disabilitas (KND) mengusulkan agar orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan orang yang sakit ingatan dapat menjadi saksi dan disumpah di pengadilan. KND menilai seharusnya kedudukan ODGJ tak hanya dijadikan sebagai petunjuk.

Hal itu disampaikan Pokja Hukum KND, Alboin Samosir, dalam RDPU bersama Komisi III DPR RI mengenai masukan RUU KUHAP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025). Alboin mulanya menyoroti salah satu pasal dalam KUHAP yang berlaku saat ini berkaitan dengan ODGJ.

"Pasal (KUHAP) di sini dikatakan 'seseorang yang dapat diminta memberi keterangan tanpa sumpah atau janji adalah anak yang belum berumur 15 tahun dan belum pernah kawin, dan orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa'," kata Alboin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pasal ini kalau kita lihat secara seksama memang cenderung memberikan afirmasi kepada orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa seolah-olah 'oh kita sudah bisa menerima kedudukan mereka dalam sebuah persidangan tanpa harus disumpah atau janji', tapi ternyata setelah kita cek di penjelasannya, kedudukan mereka itu hanya sebagai petunjuk, ini kan sangat disayangkan," sambungnya.

Alboin mengaku memang tak mengetahui bagaimana konstruksi pembentukan pasal tersebut. Namun dia menyayangkan jika kedudukan ODGJ hanya dijadikan sebagai petunjuk.

"Padahal, kalau kita berbicara tentang alat bukti, seharusnya dia bisa sebagai seorang saksi yang bisa memberikan keterangan, dan kedudukannya bisa menjadi alat bukti, tidak hanya sebagai alat petunjuk, ini yang sangat disayangkan," ujarnya.

Menurut dia, pasal tersebut telah mereduksi hak-hak penyandang disabilitas. Padahal, kata dia, seharusnya penyandang disabilitas memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.

"Menurut kami, lagi-lagi pasal ini dengan meletakkan orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa lagi-lagi mendegradasi atau mereduksi hak-hak penyandang disabilitas," ujarnya.

Alboin lalu mencontohkan dalam sebuah kasus, hanya ODGJ yang melihat dan mengetahui kejadiannya. Maka, menurut dia, keterangan ODGJ itu akan sangat berpengaruh terhadap kasus tersebut.

"Karena misalnya dalam sebuah kasus, kita katakan seorang penyandang disabilitas dia melihat kejadian tersebut, kita katakan dia misalnya mengalami gangguan mental, ketika mau diminta keterangannya oleh pengadilan boleh, tapi nggak perlu disumpah atau janji, ini kan mendiskriminasi dia," paparnya.

"Padahal sebenarnya bisa jadi dia adalah saksi yang benar-benar melihat, menyaksikan, mendengar semua peristiwa-peristiwa pidana tersebut, ini yang sangat kita sayangkan," sambung dia.

Dia pun meminta agar poin b dalam pasal tersebut dihapus. Menurut dia, ODGJ dapat memberikan keterangan sebagai saksi di pengadilan.

"Karena itu, kami berharap pasal ini seyogianya dihapus saja, karena justru melahirkan problematik proses praktik-praktik implementasi nantinya," tuturnya.

"Karena lagi-lagi kedudukan-kedudukan disabilitas ini baik sebagai saksi, tersangka maupun korban akan kemudian tidak mampu termaksimalkan dalam proses-proses peradilan, dalam proses penyelidikan, penyidikan, maupun proses di pengadilan," imbuh dia.

Lebih lanjut, Alboin juga mengusulkan agar penyandang disabilitas diberi kedudukan yang sama di mata hukum. Menurut dia, penyandang disabilitas bisa menjadi tersangka, saksi, maupun korban.

"Penambahan pasal yang kami maksud di pasal 137, penyandang disabilitas dapat berstatus sebagai tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, atau korban," ujarnya.

Dia mengatakan penyandang disabilitas yang berstatus sebagai tersangka, korban maupun saksi harus mendapat perlakuan hukum yang sama. Dia berharap penyandang disabilitas dijadikan sebagai subjek dalam RUU KUHAP.

"Bahwa penyandang disabilitas memiliki kedudukan yang setara di hadapan hukum. Nah ini yang kami perlu dorong bagaimana kemudian hadirnya KUHAP benar-benar menjadikan penyandang disabilitas tidak sebagai objek aturan, tapi sebagai subjek dalam aturan tersebut," tuturnya.

Simak juga Video: Momen Pemindahan ODGJ Tulungagung ke RSJ Lawang Malang

(amw/maa)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article