Saran buat Kelas Menengah: Setop Buang-buang Uang untuk Hal Ini!

2 days ago 2
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Tak sedikit pekerja kelas menengah kerap merasa bergaji pas-pasan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa bisa menabung atau membeli lebih banyak aset agar bisa 'naik kelas' menjadi orang kaya.

Perencana Keuangan Finansia Consulting, Eko Endarto, berpendapat daripada hanya meratapi gaji yang segitu-gitu saja, ada baiknya pekerja kelas menengah ini mulai mengatur pengeluaran agar lebih efektif dan efisien.

Sebab selama ini menurutnya banyak pekerja yang hanya berfokus pada menambah jumlah penghasilan, padahal jumlah dana yang dikeluarkan bisa jadi terus meningkat. Alhasil seberapa besar pendapatan yang dimiliki tetap tak akan berkecukupan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita harus tahu prosesnya dulu ya, pasti yang namanya ada yang masuk ada yang keluar. Berarti tinggal dua hal, apakah yang masuk ditambah atau yang keluar dikurangin," terangnya kepada detikcom.

"Nah kebanyakan dari kita selalu mikir caranya nambah-nambah terus nih. Padahal kalau yang keluar nggak, diatur berapapun nambahnya yang masuk percuma juga. Jadi kalau saya sih sarankan ya cobalah kelola dulu yang keluar. Keluar dulu nih diatur," sambung Eko.

Terkait cara kelola pengeluaran ini, Eko berpendapat yang bersangkutan harus terlebih dahulu memilah pengeluaran mana saja yang wajib dilakukan dan mana yang bisa ditahan. Misalkan untuk pengeluaran yang wajib seperti membayar utang, pajak atau membayar kebutuhan primer lainnya.

Sedangkan untuk pengeluaran yang patut di tahan adalah pengeluaran yang sifatnya keinginan. Artinya jika pekerja kelas menengah tidak memilikinya, maka yang bersangkutan tetap tidak akan memiliki kendala tertentu.

"Cuman masalahnya seringnya keinginan yang lebih besar dibandingkan kebutuhan dan kewajiban. Itu masalahnya. Katakanlah misalnya nonton film, sekarang stasiun TV sudah 40 berapa kan. Nggak kurang-kurang sebenarnya kalau cuma kita nonton, ya cuma kita milihnya harus pakai Netflix misalnya. Bukan nggak boleh, tapi di kondisi kita lagi nggak bisa ya nggak harus juga kan, ditahan dulu masih bisa gitu kan," terang Eko.

Senada dengan Eko, Perencana keuangan dari Tatadana Consulting, Tejasari, juga berpendapat sebaiknya pekerja kelas menengah harus mengatur pengeluaran agar bisa lebih cepat kaya. Minimal tidak membuat isi kantong pekerja jadi lebih cepat habis untuk hal-hal yang konsumtif.

"Jadi sebenarnya kan pilihan itu banyak ya di pasaran gitu ya. Tinggal kita memilihnya menyesuaikan dengan penghasilan, nggak usah gaya-gaya tapi malang utang. Lebih baik ya sesuaikan dengan kemampuan," kata Tejasari.

Ia mencontohkan untuk kebutuhan moda transportasi misalnya. Jika pekerja butuh untuk memiliki motor, alangkah baiknya jika harga motor yang dibeli sesuai dengan dana yang dimiliki daripada memaksakan kehendak untuk membeli motor yang lebih mahal padahal harus mencicil.

"Kita punya uang Rp 5 juta gitu, beli motor second juga dapet gitu, mungkin ada atau nambah dikit kali ya. Tapi ternyata kita nggak mau Rp 5 juta, mending uang itu juta untuk DP jadi beli motor yang Rp 25 juta gitu. Berarti kan sisanya harus cicil. Cicilnya dari mana? Ya dari gaji, jadi abis deh uang kita," ucapnya.

"Padahal kalau kita tadi beli motor dulu yang seadanya, uangnya terus kita tabung, itu kita bisa mengembangkan aset kita jadi lebih bermanfaat daripada motor. Motor harga barunya Rp 25 juta, tahun depan sudah turun jadi Rp 20 juta, tahun depannya lagi sudah semakin habis deh nilainya," sambung Tejasari.

Begitu juga dengan lifestyle atau pilihan produk yang dibeli. Misalkan saja untuk membeli produk rumah tangga atau kebutuhan sehari-hari, pekerja kelas menengah sebaiknya memilih produk atau brand yang lebih terjangkau daripada harus membeli brand tertentu hanya untuk gensi.

Untuk mengetahui pengeluaran ini efektif atau hanya untuk 'gaya hidup' saja, Tejasari menyarankan untuk membuat budgeting atau kas pengeluaran sehari-hari. Dari sana yang bersangkutan bisa melihat dengan lebih baik pengeluaran apa saja yang sudah efektif dan mana yang masih 'bengkak'.

"Jadi caranya adalah coba kita bikin semacam budget lah. Kita perlu telusuri sebenarnya pengeluaran kita tuh setiap bulannya kemana saja sih. Kadang-kadang kita jadi terkaget-kaget tuh. 'Wah, aku habis berapa juta cuma buat makan' misalnya, atau cuma buat subscribe, ternyata ada 10 apa saja tuh disubscribe semuanya ya. Mulai dari Netflix lah, apalah, segala rupa," paparnya.

"Itu yang membuat kita jadi nggak pernah bisa kaya. Karena apa? Karena cara berpikir kita membuat kita miskin sendiri. Coba kalau kita berpikir, yasudah seadanya dulu soalnya dana darurat belum punya, belum punya investasi segala macam, yasudah lah pakai seadanya dulu. Itu sebenarnya nggak masalah," tegasnya.

(fdl/fdl)

Read Entire Article