Jakarta -
Sektor pendidikan dinilai masih jauh dari harapan, meskipun konstitusi sudah mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng penyebabnya karena sebagian anggaran pendidikan belum secara tepat digunakan untuk pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
Pernyataan itu disampaikan Mekeng saat ini menjadi narasumber Lokakarya Akademik, Fraksi Partai Golkar MPR RI, yang berlangsung di Bandung Jawa Barat, hari ini. Tema yang dibahas dalam lokakarya, itu adalah 'Merumuskan kembali Anggaran Pendidikan Guna Mewujudkan Amanat Konstitusi Menuju Indonesia Emas 2045'.
Mekeng mengatakan setiap kali melaksanakan tugas Sosialisasi Empat Pilar MPR di dapil, ia selalu mendapat keluhan dan pertanyaan dari siswa siswi SLTA di Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka mempertanyakan ke mana anggaran pendidikan sebesar 20% yang diamanatkan konstitusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, di NTT masih banyak gedung-gedung sekolah yang tidak layak untuk belajar, gaji guru masih memprihatinkan, serta sarana prasarana sekolah yang masih jauh dari mencukupi. Situasinya nyaris tidak ada beda saat sebelum ada amanat anggaran pendidikan 20% maupun setelah perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 agar APBN menganggarkan 20 persen bagi pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
"Di dapil saya di NTT, dunia pendidikannya masih sangat memprihatinkan. Tidak salah jika siswa siswi SLTA di sana mempertanyakan haknya atas pendidikan yang layak, seperti saudara-saudaranya yang lebih beruntung. Gedung sekolah yang rusak, sarana prasarana pendidikan yang minim, membuat suasana belajar menjadi kurang menyenangkan dan itu terus menjadi pertanyaan di setiap acara sosialisasi," ungkap Mekeng dalam keterangannya, Selasa (22/7/2025).
Padahal, dana sebesar 20% dari APBN dan APBD, menurut Mekeng seharusnya cukup untuk menjadikan dunia pendidikan di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T) menjadi lebih baik. Namun harapan itu tak kunjung terpenuhi, karena pemakaiannya tidak fokus, bahkan menyasar kepada kegiatan yang tidak semestinya.
"Kenyataan di lapangan menunjukkan fakta berbeda. Berdasarkan data alokasi APBN bidang pendidikan tahun 2025 sebesar Rp 297,2 triliun, terlihat bahwa anggaran terbesar justru dialokasikan untuk Pendidikan Kedinasan sebesar Rp 104,5 triliun, melampaui alokasi untuk pendidikan formal Rp 91,2 triliun dan program strategis seperti PIP, riset, serta infrastruktur sekolah sebanyak Rp 101,5 triliun," ujar Mekeng.
Diketahui, dari total anggaran pendidikan formal sebesar Rp 91,2 triliun, Kemendikdasmen memperoleh Rp 33,5 triliun dan Kemendiktisaintek kebagian Rp 57,7 triliun. Anggaran sebesar itu digunakan untuk melayani 62,07 juta siswa/mahasiswa. Itu berarti, rata-rata peserta pendidikan dasar hingga tinggi memperoleh alokasi anggaran sekitar Rp 1,4 juta per peserta didik.
Sedangkan anggaran pendidikan kedinasan sebesar Rp 104,5 triliun pada APBN 2025 diperuntukkan bagi 13.000 mahasiswa. Artinya, rata-rata anggaran per mahasiswa kedinasan mencapai lebih dari Rp 8 miliar. Fakta tersebut membuktikan bahwa pemerintah memberi prioritas pada pendidikan kedinasan, dibanding pendidikan formal. Padahal, menurut Mekeng, pendidikan kedinasan tidak seharusnya memakai anggaran 20% yang berasal dari APBN dan APBD.
"Ketimpangan ini perlu dikaji ulang agar kebijakan anggaran lebih proporsional, mampu menjawab tantangan nyata seperti tingginya angka anak tidak sekolah dan kesenjangan akses pendidikan di daerah tertinggal bisa teratasi," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, kata Mekeng, Fraksi Partai Golkar MPR terketuk untuk mengadakan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan anggaran pendidikan nasional, guna memastikan bahwa pendidikan dasar menengah dan tinggi berkembang sesuai harapan.
Ada tujuh narasumber yang menyampaikan pemikirannya pada acara tersebut, empat di antaranya dari Internal Fraksi Partai GOLKAR MPR, yaitu Ketua FPG MPR RI, Melchias Markus Mekeng; Sekretaris FPG MPR RI, Ferdiansyah; Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar MPR RI juga Anggota F Partai Golkar MPR, Muhamad Nur Purnamasidi dan Ketua Komisi X DPR RI, Dr. Ir. Heitifah MPP.
Sedangkan tiga lainnya adalah narasumber pakar yaitu Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Prof. Cecep Darmawan; (Akademisi Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Prof. Dr. Johanes Gunawan; Rektor Universitas Padjajaran Periode (2019-2024), Prof. Dr. Rina Indiastuti. Ikut hadir pada acara tersebut Pengurus Komite Satuan pendidikan Indonesia, PGRI, Persatuan Guru Besar Indonesia, juga para dosen dan mahasiswa di wilayah Bandung dan sekitarnya.
(prf/ega)