Ketua Fraksi Golkar di MPR Singgung Anggaran Pendidikan, Bahas Pemerataan

11 hours ago 3
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Sektor pendidikan dinilai masih jauh dari harapan, meskipun konstitusi sudah mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng penyebabnya karena sebagian anggaran pendidikan belum secara tepat digunakan untuk pendidikan dasar, menengah dan tinggi.

Pernyataan itu disampaikan Mekeng saat ini menjadi narasumber Lokakarya Akademik, Fraksi Partai Golkar MPR RI, yang berlangsung di Bandung Jawa Barat, hari ini. Tema yang dibahas dalam lokakarya, itu adalah 'Merumuskan kembali Anggaran Pendidikan Guna Mewujudkan Amanat Konstitusi Menuju Indonesia Emas 2045'.

Mekeng mengatakan setiap kali melaksanakan tugas Sosialisasi Empat Pilar MPR di dapil, ia selalu mendapat keluhan dan pertanyaan dari siswa siswi SLTA di Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka mempertanyakan ke mana anggaran pendidikan sebesar 20% yang diamanatkan konstitusi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, di NTT masih banyak gedung-gedung sekolah yang tidak layak untuk belajar, gaji guru masih memprihatinkan, serta sarana prasarana sekolah yang masih jauh dari mencukupi. Situasinya nyaris tidak ada beda saat sebelum ada amanat anggaran pendidikan 20% maupun setelah perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 agar APBN menganggarkan 20 persen bagi pendidikan dasar, menengah dan tinggi.

"Di dapil saya di NTT, dunia pendidikannya masih sangat memprihatinkan. Tidak salah jika siswa siswi SLTA di sana mempertanyakan haknya atas pendidikan yang layak, seperti saudara-saudaranya yang lebih beruntung. Gedung sekolah yang rusak, sarana prasarana pendidikan yang minim, membuat suasana belajar menjadi kurang menyenangkan dan itu terus menjadi pertanyaan di setiap acara sosialisasi," ungkap Mekeng dalam keterangannya, Selasa (22/7/2025).

Padahal, dana sebesar 20% dari APBN dan APBD, menurut Mekeng seharusnya cukup untuk menjadikan dunia pendidikan di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T) menjadi lebih baik. Namun harapan itu tak kunjung terpenuhi, karena pemakaiannya tidak fokus, bahkan menyasar kepada kegiatan yang tidak semestinya.

"Kenyataan di lapangan menunjukkan fakta berbeda. Berdasarkan data alokasi APBN bidang pendidikan tahun 2025 sebesar Rp 297,2 triliun, terlihat bahwa anggaran terbesar justru dialokasikan untuk Pendidikan Kedinasan sebesar Rp 104,5 triliun, melampaui alokasi untuk pendidikan formal Rp 91,2 triliun dan program strategis seperti PIP, riset, serta infrastruktur sekolah sebanyak Rp 101,5 triliun," ujar Mekeng.

Diketahui, dari total anggaran pendidikan formal sebesar Rp 91,2 triliun, Kemendikdasmen memperoleh Rp 33,5 triliun dan Kemendiktisaintek kebagian Rp 57,7 triliun. Anggaran sebesar itu digunakan untuk melayani 62,07 juta siswa/mahasiswa. Itu berarti, rata-rata peserta pendidikan dasar hingga tinggi memperoleh alokasi anggaran sekitar Rp 1,4 juta per peserta didik.

Sedangkan anggaran pendidikan kedinasan sebesar Rp 104,5 triliun pada APBN 2025 diperuntukkan bagi 13.000 mahasiswa. Artinya, rata-rata anggaran per mahasiswa kedinasan mencapai lebih dari Rp 8 miliar. Fakta tersebut membuktikan bahwa pemerintah memberi prioritas pada pendidikan kedinasan, dibanding pendidikan formal. Padahal, menurut Mekeng, pendidikan kedinasan tidak seharusnya memakai anggaran 20% yang berasal dari APBN dan APBD.

"Ketimpangan ini perlu dikaji ulang agar kebijakan anggaran lebih proporsional, mampu menjawab tantangan nyata seperti tingginya angka anak tidak sekolah dan kesenjangan akses pendidikan di daerah tertinggal bisa teratasi," ujarnya.

Melihat kondisi tersebut, kata Mekeng, Fraksi Partai Golkar MPR terketuk untuk mengadakan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan anggaran pendidikan nasional, guna memastikan bahwa pendidikan dasar menengah dan tinggi berkembang sesuai harapan.

Ada tujuh narasumber yang menyampaikan pemikirannya pada acara tersebut, empat di antaranya dari Internal Fraksi Partai GOLKAR MPR, yaitu Ketua FPG MPR RI, Melchias Markus Mekeng; Sekretaris FPG MPR RI, Ferdiansyah; Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar MPR RI juga Anggota F Partai Golkar MPR, Muhamad Nur Purnamasidi dan Ketua Komisi X DPR RI, Dr. Ir. Heitifah MPP.

Sedangkan tiga lainnya adalah narasumber pakar yaitu Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Prof. Cecep Darmawan; (Akademisi Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Prof. Dr. Johanes Gunawan; Rektor Universitas Padjajaran Periode (2019-2024), Prof. Dr. Rina Indiastuti. Ikut hadir pada acara tersebut Pengurus Komite Satuan pendidikan Indonesia, PGRI, Persatuan Guru Besar Indonesia, juga para dosen dan mahasiswa di wilayah Bandung dan sekitarnya.

(prf/ega)

...
Read Entire Article