Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Kebijakan Cukai Rokok

4 days ago 23
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok kembali menuai sorotan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai kebijakan ini bisa berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan menengah ke bawah.

Ketua Komisi XI DPR RI M. Misbakhun mengatakan mayoritas konsumen rokok saat ini berasal dari kelompok pendapatan sekitar UMR atau bahkan di bawahnya. Mereka mengandalkan produk rokok dengan harga Rp13.000-Rp15.000 per bungkus. Namun, dengan adanya kenaikan cukai, harga jual bisa melonjak ke kisaran Rp20.000 atau lebih.

"Penting untuk merumuskan kebijakan cukai yang berimbang agar tidak mendorong pergeseran konsumsi ke produk-produk yang tidak tercatat atau tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara," kata Misbakhun di Jakarta, Senin (9/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misbakhun menyoroti pentingnya peran pabrik rokok skala menengah dalam menopang ekonomi lokal. Selain menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, industri ini juga menggerakkan sektor pendukung seperti petani tembakau, pedagang kecil, distributor, hingga pekerja informal.

"Kita tidak bisa mengabaikan dampak strukturalnya. Jika kebijakan yang diterapkan terlalu menekan pabrikan menengah, bisa muncul efek domino seperti penurunan serapan tenaga kerja dan terganggunya perputaran ekonomi lokal. Ini tentu tidak sejalan dengan Visi Asta Cita Presiden Prabowo," ujarnya.

Ia juga mengingatkan potensi dominasi perusahaan-perusahaan besar jika regulasi hanya menguntungkan pelaku usaha bermodal kuat dan berbasis otomatisasi. Menurutnya, pabrik padat karya akan semakin sulit bertahan di tengah tekanan kenaikan tarif cukai.

Data dari Asosiasi Industri Rokok menunjukkan bahwa 70% produksi nasional dikuasai oleh perusahaan besar, sementara pelaku skala kecil dan menengah hanya menguasai sebagian kecil pasar.

"Kalau konsentrasi pasar terus meningkat, iklim persaingan yang sehat akan tergerus dan keberlangsungan usaha kelas menengah jadi terancam," lanjutnya.

Politikus Partai Golkar ini menegaskan bahwa pendekatan kebijakan fiskal sebaiknya tidak hanya mengejar target penerimaan tahunan, tetapi juga mempertimbangkan daya beli masyarakat serta keberlanjutan industri hasil tembakau itu sendiri.

"Kalau hanya berpatokan pada angka-angka di atas kertas, kita justru bisa melemahkan basis penerimaan negara yang ingin dijaga," ujarnya.

Komisi XI DPR RI dijadwalkan akan memanggil Menteri Keuangan, Dirjen Bea Cukai, serta jajaran Kemenkeu untuk membahas lebih dalam arah kebijakan fiskal dari sektor tembakau dalam kerangka RAPBN 2026.

"Dengan pendekatan komprehensif dan berbasis data, kita harapkan bisa tercipta kebijakan yang menyeimbangkan antara kebutuhan fiskal negara dan keberlangsungan pelaku industri serta stabilitas ekonomi lokal," tutup Misbakhun.

(rrd/rir)

Read Entire Article