Pengacara Tom Lembong: Jaksa Tak Mampu Hadirkan Rini Soemarno dan Jokowi

7 hours ago 5
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Pengacara mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, Zaid Mushafi, menyebutkan jaksa penuntut umum (JPU) tidak mampu menghadirkan saksi utama kasus dugaan korupsi importasi gula. Zaid mengatakan saksi utama itu adalah eks Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno dan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

Hal itu disampaikan Zaid Mushafi saat membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/7/2025). Zaid mengatakan kehadiran Rini dan Jokowi seharusnya bisa memperkuat konstruksi peristiwa pidana kasus ini.

"Dalam perkara a quo, jaksa penuntut umum tidak mampu menghadirkan saksi-saksi utama yang seharusnya bisa memperkuat konstruksi peristiwa pidana seperti Menteri BUMN Rini Sumarno, dan Presiden Joko Widodo, sehingga peristiwa hukum yang didalilkan menjadi tidak utuh dan kontradiktif," kata Zaid Mushafi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zaid mengatakan jaksa tidak menunaikan beban pembuktian dalam kasus ini secara sempurna. Menurut Zaid, unsur mens rea atau niat jahat Tom dalam kasus dugaan korupsi importasi gula ini tidak teruraikan dengan utuh.

"Jaksa penuntut umum juga tidak berhasil menguraikan konstruksi unsur mens rea yang utuh secara logis yang dilakukan oleh Terdakwa Thomas Trikasih Lembong. Dengan demikian, beban pembuktian yang menjadi tanggung jawab JPU tidak tertunaikan secara sempurna, menjadikan dakwaan mengandung kelemahan fundamental dalam aspek negatief wettelijk bewijsstelsel. Oleh karenanya hakim tidak dapat menghukum Terdakwa Thomas Trikasih Lembong berdasarkan Pasal 183 KUHAP," ujarnya.

Kuasa hukum Tom lainnya mengatakan jaksa hanya mencari-cari kesalahan Tom. Dia menuturkan jaksa mengesampingkan dan mengabaikan fakta yang terungkap di persidangan.

"Bahwa JPU tetap bersikeras mencari-mencari kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa dengan mengesampingkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan sebagaimana tersebut di atas. Padahal, berdasarkan analisa fakta persidangan dan analisa yuridis yang telah penasihat hukum maupun terdakwa uraikan secara lengkap dalam nota pembelaan, seluruh perbuatan-perbuatan yang didakwakan adalah tidak terbukti serta surat dakwaan maupun tuntutan mengandung kekeliruan hukum," ujarnya.

Dia mengatakan Tom tidak menikmati duit korupsi dan tidak mengenal perusahaan gula rafinasi swasta yang disebut jaksa mendapat keuntungan dalam kasus ini. Dia mengatakan jaksa tidak bisa menyimpulkan adanya permufakatan jahat untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi.

"Berdasarkan keterangan saksi, keuntungan Rp75/kg yang diterima INKOPKAR, INKOPPOL, dan PUSKOPPOL digunakan untuk operasi pasar dan kesejahteraan anggota TNI-Polri, bukan keuntungan pribadi. PT PPI memperoleh Rp 100/kg yang menjadi laba internal perusahaan. Saksi dari seluruh pihak, termasuk 9 produsen gula swasta, menyatakan terdakwa tidak pernah menerima keuntungan apa pun," ujarnya.

"Tidak ada bukti bahwa Terdakwa mengenal, bertemu, atau berkomunikasi dengan 8 PGR (perusahaan gula rafinasi) dan PT KTM (Kebun Tebu Mas), sehingga tidak dapat disimpulkan adanya niat jahat atau permufakatan untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi. Selain itu, berdasarkan keterangan ahli menegaskan bahwa dalam sistem B2B, penentuan harga dan kontrak adalah kewenangan manajemen BUMN, bukan menteri. Maka, tidak terbukti adanya pelanggaran atau konflik kepentingan oleh Terdakwa," tambahnya.

Dia mengatakan Tom Lembong hanya melanjutkan kebijakan Mendag era Rachmat Gobel. Dia memohon majelis hakim menolak replik jaksa dan menerima duplik yang telah ia sampaikan.

"Terdakwa menjelaskan bahwa tindakan ini diambil saat ia baru menjabat sekitar dua minggu dan masih dalam masa transisi. Oleh karena itu, penerbitan surat tersebut harus dipahami sebagai langkah administratif untuk melanjutkan dan menyelesaikan kebijakan dari menteri sebelumnya, bukan sebagai inisiatif kebijakan baru dari terdakwa," ujarnya.

Dia meminta majelis hakim membebaskan Tom dari seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa. Dia juga memohon pemulihan kedudukan, harkat, martabat Tom dan mengembalikan seluruh barang Tom yang disita.

"Maka, dengan kerendahan hati, kami memohon tunjukkan kami semua JPU, Hakim, penasihat hukum, dan terdakwa ke jalan putusan yang paling adil. Putusan yang bukan hanya menenangkan hati manusia, tapi juga membawa keberkahan dari langit," pintanya.

Sebelumnya, Tom Lembong dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyakini Tom bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(mib/azh)

Read Entire Article